Aku seolah mau jatuh. Dengan mata melotot aku sungguh sulit percaya, dalam tempo kurang satu bulan aku sudah menghabiskan separuh uang tabungan yang aku tabung bertahun-tahun dansengaja di tabung untuk persiapan kuliah.
Ternyata selama ini aku sungguh keliru, dengan sok gengsi mentang-mentang katanya anak orang paling kaya di kampung, anak juragan tanah yang sawahnya berhektar-hektar, juga tambak ikannya yang berjajar panjang di sungai belum lagi kebun buahnya, plus juga istri dan anak-anak yang bertebaran di mana-mana tak terhitung.
Pertama kali datang ke kota Banjarmasin untuk kuliah, aku langsung memilih kost’an paling elit di gang Rahim 2, makan pun sangat anti di warung harus resto yang siap antar 24 jam, harus punya ini lah, itulah, dan kalau perlu harus beli baju baru tiap tiga hari sekali.
“Waduh…waduh…” sekarang aku dituntut berpikir keras, memutar otak yang tadinya di depan ke belakang, yang tadinya di kiri ke kanan(he…bercanda), bagaimana pun aku harus menambah uang tabungan kalau perlu jumlah saldonya harus kembali seperti semula.
Dengan hati super duper was-was kucek dan ricek dompetku, ya Tuhan tinggal lima puluh ribu. Cuma cukup makan hari ini, tapi kiriman baru nyampai dua minggu lagi. Kali ini aku benar-benar dituntut sehemat mungkin atau dituntut memang harus nahan diri.
Aku menggaruk-garuk kepala yang mungkin sudah jadi istana subur kerajaan kutu.
“Aku harus ke salon, tidak…tidak… Nabil harus hemat, sehemat mungkin” aku grasak-grusuk dengn perasaan campur aduk tak karuan. Mungkin begini rasanya jadi pengangguran dan tak ada uang.
“Truut..truut…” ponselku teriak nyaring memanggil minta segera diangkat. Terpampang jelas tulisan mama di layarnya.
“Ya Tuhan, adakah alasan yang begitu indah yang bisa aku ucapkan”ucapku lirih sebelum menekan tombol jawab dan mengucap salam.
“Ada apa ma?” ujarku basa-basi
“Mama cuma kangen, Nabil apa kabar?”
“Ee..baik”
“Mama ada dua berita untuk Nabil, ada berita buruk dan berita baik, Nabil maunya yang mana??” Karena hati sedang nggak mood, lebih baik mendengar yang baik-baik dulu biar sedikit terhibur.
“Yang baik dulu deh!!”
“Berita baiknya adalah mama lagi kagen sama kamu,he…” mama terkekeh-kekeh senang , mungkin jauh di sana mama nyengir lebar.
“Yaah…”ujarku manyun.
“Lalu berita buruknya…”
“Tunggu dulu ma, biar aku nafas” aku mengatur nafas bersiap-siap dengan berita buruk yang akan didengar.
“Memangnya dari tadi nggak nafas?!”celetuk beliau.
“Mungkin bulan-bulan ini kita sedang tidak beruntung, panen bapakmu juga kurang berhasil,sawahnya tiba-tiba saja diserang hama wereng. Jadi, mama bulan nanti mungkin tidak akan mentranfer uang, takut merepotkan bapakmu. Nabil punya tabungan banyak kan ??”sambung mama yang membuat aku terhentak.
“Iii-iya”
“Syukurlah, sudah dulu ya, nelpon mahal!!” klik, mama mematikan begitu saja ponselnya. Tinggal aku nganga mikirin hidupku. Ya tuhan, aku bisa hidup kan ??.
Beberapa pun hari berlalu dengan serba pas-pasan. Di lokal yang sesak dan masing-masing orang mengipas dengan semangat karena lampu sedang padam, aku mencoba mendekati teman genkku untuk meminta solusi, tapi mereka malah mengajakku makan-makan di kantin. Dengan begitu sangat menyesal aku menolaknya dengan halus.
“Ma’af, kayaknya hari ini tidak bisa” mukaku terlihat memelas dengan harapan bisa ditraktir.
“Yaah, tidak ada yang mentraktir kita lagi dong” ceplos maya tanpa disadarinya.” Opss…” ujarnya lagi. Orang kuharap mau mentraktir ternyata mengharapkan traktiranku. Wajahku berubah manyun, ternyata eh ternyata aku dimanfa’atkan. Dengan langkah seribu kutinggalkan orang-orang yang hanya menginginkan aku saat aku senang saja.
Dengan wajah menekuk dua belas lipatan aku kembali ke bangku, hatiku menahan kekesalan namun aku terus berpikir keras bagaimana mendapatkan uang yang banyak dan tentunya halalan thayibah.
“Kenapa bil, mukanya kok kusut belum di setrika ya?” Tanya latifa. Teman satu lokal yang aku tidak begitu akrab. Dan aku pun sedikit segan menyapanya dimana dan kapanpun.
“Hem…”
“Eh, kamu punya banyak waktu luang tidak?” tanyanya lagi.
“Hem..” Tentu aja banyak, lah kerjaanku gitu-gitu aja.
“Kalau begitu kamu bisa ngajar les privat anak di panti tidak? Lumayan nambah uang saku”
“Hem…apa tadi?” aku mulai merespon permbicaraanya.
“Ngajar les…!!!”
“Mau…mau…ada gaji kan ” hatiku berbunga-bunga, langsung aku mendekap erat Latifa. Ya tuhan akhirnya pertolonganmu yang di nanti-nanti pada hambamu yang manis ini datang juga.Terima kasih kau kirim seseorang yang mulanya aku anggap orang yang biasa, namun ternyata dialah yang menawarkan pertolongan pertama kalinya. Aku bersorak gembira.
“Aku dapat kerja…aku dapat gaji…” agak lebay dikit bolehlah. Latifa memandangku aneh, aduh latifa nggak pernah lihat orang senang agak lebay dikit ya. Aku jadi malu.
“Aku mau kok latifa, kapan ya bisa mulai kerja?Gajinya kira-kira berapa ya?” Latifa tersenyum geli.
Hari ini hatiku kembali berbunga-bunga, setelah beberapa hari aku bagai tunas yang layu. Yuhu…yang harus aku lakukan adalah jangan mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Jangan jadi keledai ujar bapak-ibu guru kita-kita. Dan itu akan aku ingat selalu, rugi kali kalau mau jadi keledai.
Hehew…dapat kerja, dapat duit…dendangku suka cita dan tentunya di dalam hati.
0 komentar :
Post a Comment
Untuk kemajuan blog ini, silahkan keluarkan kritik dan komentar anda! Thanks :)